Berita  

Tirtanadi Larang Pelanggan Sedot Air PAM Pakai Mesin Pompa Air

Pmebicara sedang memaparkan alasan kenaikan tarif air kepada masyarakat di Kecamatan Medan Maimun
Pmebicara sedang memaparkan alasan kenaikan tarif air kepada masyarakat di Kecamatan Medan Maimun

MEDAN (suaramahardika):

Warga pelanggan di Kecamatan Medan Maimun, mengeluhkan jam-jam tertentu air PDAM Tirtanadi mengalami hidup mati, karena adanya kompleks perumahan yang melakukan penyedotan air menggunakan mesin pompa air (Sanyo).

“Warga mengadu ke saya, bahwa setiap hari di jam-jam tertentu air di kawasan Gang Merdeka sekitarnya, Kelurahan Sei Mati selalu mati, karena warga di kompleks perumahan rata-rata menggunakan mesin pompa air, sehingga warga yang tidak memiliki pompa air kesulitan mendapatkan air. Begitu warga kompleks tidak memakai air, maka lancarlah air kami. Warga sudah mengadukan hal ini ke PDAM Tirtanadi, namun belum ada tanggapan,” keluh Syafrizal, Kepala Lingkungan (Kepling) IX, Kelurahan Sei Mati, saat menyampaikan keluhan mereka kepada Tim Sosialisasi Penyesuaian Tarif Air, di Aula Kantor Camat Medan Maimun, Selasa (18/4/2017) pagi.

Masyarakat Medan Maimun mengeluhkan adanya oknum masyarakat menggunkan mesin pompa air menyedot air PDAM

Menurut Syafrizal, pada umumnya warga menyetujui kenaikkan tarif air demi menyelamatkan PDAM Tirtanadi dari ‘sakit’, namun setelah kenaikkan tarif air, maka kualitas dan kuantitas air PDAM Tirtanadi harus lebih baik.

Menanggapi itu, Direktur Administrasi Dan Keuangan PDAM Tirtanadi, Arif Haryadian, mengatakan, PDAM Tirtanadi tidak pernah merekomendasikan pelanggan untuk memasang pompa air untuk mendapatkan air agar lebih lancar naik ke rumahnya yang memiliki 3-4 lantai. Gunanya agar pelanggan lain bisa kebagian air. Namun PDAM Tirtanadi tida bisa melakukan penindakan, karena hal itu sudah memasuki ranah hukum, yakni Pasal 551 KUHPidana.

Solusi yang harus dilakukan pelanggan adalah, menyediakan drum fiber untuk menampung air yang krannya dikasih pelampung untuk mengontrol volume air, yang banyak dijual, lalu dari drum fiber itu baru bisa disedot pakai pompa air untuk disalurkan. Jika rumahnya berlantai 3-4 maka sediakan drum fiber di lantai atas yang diisi air dari dari pompa air tadi untuk disalurkan ke bawah.

Sementara itu, Muhammad Syarifuddin, PNS Kantor Camat, menanyakan, kenapa Upah Minimum Propinsi (UMP) yang menjadi salah satu faktor penyebab kenaikan air bukannya Upah Minimum Kota (UMK)? Karena UMK lah penyebab inflasi selama ini. Dan apabila Tirtanadi ingin meningkatkan pendapatan untuk biaya produksi, kenapa tidak menjual air dalam kemasan botol air mineral seperti Aqua, karena lebih menguntungkan.

Menjawab pertanyaan Muhammad Syarifuddin, Arif Haryadian mengatakan, jika Tirtanadi memproduksi air minum dalam kemasan botol, sudah pasti perusahaan-perusahaan yang memproduksi air kemasan lainnya bisa bangkrut karena Tirtanadi menjualnya jauh di bawah Harga Eceran Tetap (HET).

“Bukannya kita tidak mau. Andainya sebotol air Aqua ukuran satu liter ini seharga Rp3500, dan kita jual Rp1000? Bisa tutup mereka, karena pelanggan lebih percaya kepada kita. Perusahaan itu juga mengambil air dari kita. Namun, kena lagi kita sama Komisi Persaingan Usaha, regulasinya kena kami. Kami pernah terbentur dengan regulasinya, ” terang Arif.

Mengenai kenapa bukan UMK? Arif mengatakan, PDAM Tirtanadi yang sudah berusia 112 tahun ini merupakan perusahaan daerah milik Propinsi, sehingga untuk memutuskan tarif air naik harus persetujuan Gubernur Sumut, bukan Walikota, sehingga harus memakai UMP.

Ketua Tim Tarif PDAM Tirtanadi Zulkifli Lubis, menjelaskan, kenaikan tarif air sekitar 38 persen untuk semua kelompok pelanggan yang akan berlaku pada Mei 2017, dirasa sangat mendesak untuk mengobati Tirtanadi yang lagi ‘sakit’. Untuk Cabang Tirtanadi lain di luar Kota Medan, sudah lebih dahulu naik, sementar Kota Medan baru bulan depan mulai dinaikkan. Usulannya baru disetujui Gubsu Desember lalu.

Zulkifli Lubis mengatakan banyaknya pipa yang mencapai jutaan sambungan, sangat sulit dijangkau pemeliharaannya yang tertanam di dalam tanah. Pipa-pipa itu juga sudah berusia tua dan banyak terdapat endapan lumpur dan karat, sehingga kualitas air Tirtanadi tida bisa dijamin bisa diminum langsung.

“Sebab itu Tirtanadi butuh biaya operasional karena biaya operasional tidak ditanggung APBD. Karena itulah penyesuaian tarif perlu dilakukan untuk kelangsungan operasional Tirtanadi,” sebut Zulkifli.(bm-04)