MEDAN (suaramahardika)- Meningkatnya kasus-kasus kekerasan seksual belakangan ini secara tidak langsung ternyata dinilai turut dipengaruhi dari tayangan ataupun tontonan yang buruk. Oleh karena itu, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumut mengajak masyarakat agar mau memilah dan memilih tontonan yang baik.
“Menkominfo RI kita sebelumnya, Tifatul Sembiring pernah memberikan penjelasan bahwa 70 persen materi siaran dari lembaga penyiaran itu merusak moral. Selain itu sebelumnya juga ada penelitian dari Universitas Padjajaran yang menukan adanya sinkronisasi dari tayangan kekerasan dengan perilaku kekerasan,” ujar Ketua KPID Sumut, Abdul Haris Nasution, usai acara Sosialisasi, Edukasi dan Literasi Media bagi masyarakat dan lembaga penyiaran di Sumut agar mampu untuk memilah dan memilih tayangan siaran yang benar di kantor Camat Medan Kota, Kamis (19/5/2016).
Tak hanya itu, kata Haris dia juga sempat menemukan pada saat melakukan pendampingan kasus pelecehan anak di bawah umur, ternyata hal itu terjadi karena si pelaku sebelumnya menonton tayangan televisi. “Tahun 2009 itu pernah ada kasus di Poltabes, anak di bawah umur yang melakukan pelecehan anak tetangga. Saat itu saya sebagai pendamping kasusnya, ketika saya tanya sama pelaku, ternyata anak di bawah umur itu mengaku dia melakukan hal itu karena terpengaruh setelah menonton tayangan televise sehingga dia merasa ada kelainan yang muncul di dalam dirinya ketika usai menonton sehingga dia melakukan aksi itu,” ujar Haris.
Oleh karena itulah menurut Haris, dengan meningkatnya kasus-kasus kekerasan seksual ini, harusnya aparat kepolisian juga dapat memberikan data berapa banyak tingkat kejahatan anak di bawah umur yang penyebabnya itu karena lembaga penyiaran, karena hal ini memang membutuhkan riset yang lebih dalam.
“Makanya dalam kegiatan ini kita bertujuan mengajak masyarakat agar kritis dan memberikan pemahaman kepada masyarakat sehingga dapat memilah dan memilih tontonan yang baik. Apalagi anak-anak harus kita jaga, sebaiknya juga harus ada jadwal jam belajar dan orangutan bisa menseleksi tontonan yang baik untuk anak,” jelas Haris.
Haris sendiri juga mengatakan, kalau KPID Sumut juga harus berbuat untuk mengantisipasi semakin tingginya kasus-kasus kekerasan yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh tayangan dari lembaga penyiaran. “KPID Sumut memang harus berbuat, meski memang masih terbentur aturan kewenangan karena KPI tidak bisa melakukan penindakan secara langsung, tapi setidaknya kita harus berusaha untuk jemput bola, karena selama ini dapat dikatakan pengaduan masyarakat ke KPI itu sangat minim bahkan hampir dua tahun ini sama sekali tidak ada pengaduan masyarakat,” terang Haris.
Akademisi dari FISIP USU, Hendra Harahap mengatakan KPI Pusat dan Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) bersama USU yang diwakili oleh Departeman Ilmu Komunikasi pernah melakukan survey terkait kualitas tayangan pada April hingga Desember 2015 di 9 kota di Indonesia.
“Survey yang kami lakukan itu dengan mengundang berbagai macam kelompok masyarakat untuk menilai tayangan dari sisi kualitasnya dan bukan kuantitasnya, artinya bukan tayangan apa yang paling sering ditonton melainkan bagaimana isi dari tayangan tersebut,” terang Hendra.
Ternyata dari hasil survey itu lanjut Hendra, banyak tanyangan yang nilainya di bawah standar penyiaran yang telah ditetapkan oleh KPI. Tayangan yang mendapat penilaian di bawah standar itu seperti tayangan kartun anak-anak seperti Tom and Jerry, Transformer, Pockemon, dan lainnya. Begitu juga tayangan gossip atau infotainment hingga sinetron.
“Dalam tayangan kartun anak-anak itu banyak sekali kekerasan yang kita lihat, mulai dari penggunaan pistol, senjata bom hingga kekerasan fisik. Tayangan ini sangat riskan apalagi bila anak sampai berfantasi dan ingin melakukan hal yang sama seperti apa yang ditontonnya. Sementara kalau dari tayangan sinetron ini juga sangat banyak yang tidak mendidik, bahkan ada satu tayangan yang memberikan citra buruk terhadap perempuan, karena selama program itu ditayangkan perempuan digambarkan memiliki sifat yang buruk,” jelas Hendra.
Oleh karena itulah kata Hendra, sudah saatnya harus dilakukan penguatan media literasi bagi masyarakat. Untuk tahun ini pihaknya juga akan melakukan survey kembali dan diharapkan survey ini bisa menyebar ke kabupaten/kota lainnya, sehingga masyarakat bisa semakin banyak yang kritis terhadap tayangan dan tontonan yang disajikan. “Kita juga berharap agar masyarakat dapat mendampingi anak menonton, karena tidak semua tayangan bisa ditonton anak,” kata Hendra. (bm1)