MEDAN (suaramahardika):
Meskipun berdasarkan data yang ada di Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA), kasus trafficking tidak begitu banyak, namun PKPA melihat indikasi kerentanan anak-anak menjadi korban trafficking masih tinggi. Untuk itu, tahun ini PKPA fokus melakukan sosialisasi tentang tindak pidana perdagangan orang atau trafficking ke sekolah-sekolah.
Direktur Ekskutif PKPA, Misran Lubis , Rabu (5/10/2016) mengatakan, berdasarkan data yang ada, PKPA sedikitnya menangani 5 kasus trafficking. Memang tidak banyak, namun ia melihat indikasi kerentanan anak-anak menjadi korban trafficking sangat tinggi. Menurutnya, anak-anak rentan menjadi korban trafickin karena mereka masih belum terlindungi ditingkat masyarakat miskin baik yang sekolah maupun dari kalangan miskin yang tidak terpenuhi hak pendidikannya.
Selain itu kata Misran, pengguna media online yang tidak terkontrol. Sehingga, menjadi resiko sasaran para trafficker (pelaku trafficking). Karena, para pelaku tidak lagi melihat secara fisik. Namun, mereka bisa berpotensi dari media social, misalnya, facebook.
“Dengan menggunakan media sosial, pengamatan mereka terhadap anak-anak sudah bisa dideteksi. Misalnya, masalah yang dihadapi anak-anak lewat status di media sosialnya. Para pelaku tanpa disadari memanfaatkan kelemahan anak. Oleh karenanya, PKPA konsentrasi memberikan pendidikan kepada anak-anak disekolah tentang bagaimana menggunakan internet secara aman dan sehat,”ucapnya.
Dijelaskannya, penggunaan internet secara aman maksudnya mereka mengunggah foto, status ataupun pesan apapun yang tidak beresiko bagi trafficker. Sedangkan secara sehat maksudnya tidak mengakses konten-konten yang mengandung unsur pornografi, kekerasan. Karena, dengan mengakses konten-konten tersebut, otak anak bisa menjadi tidak sehat.
“Bahkan, konten pornografi bisa lebih bahaya dari narkoba. Jadi, penggunaan internet yang aman jadi suatu keharusan. Tidak hanya di Sumut, kita juga mensosialisasikan ini sampai ke Aceh,”ujarnya.(bm-3)