Berita  

Peluang Manipulasi PPDB Masih Tinggi

Kepala Perwakilan ORI Sumut Abyadi Siregar

Kepala Perwakilan ORI Sumut Abyadi Siregar
Kepala Perwakilan ORI Sumut Abyadi Siregar

MEDAN (suaramahardika) : Petunjuk Teknis (Juknis) Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) telah ditetapkan Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Medan. Sistem penerimaan 70% dari Surat Keterangan Hasil Ujian (SKHU), 20% dari program Bina Lingkungan dan 10% untuk siswa miskin.

Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Sumatera Utara Abyadi Siregar Jumat (18/6/2016) mengungkapkan, sistem penerimaan dari Bina Lingkungan dan siswa miskin sebesar 30% tersebut, rentan disalahgunakan oleh sekolah.

“Pengawasan kita sejak tahun 2013 lalu, program Bina lingkungan dan siswa miskin yang sering dimanipulasi,” ujarnya.

Terlebih, sambungnya, tidak ada jaminan dari pemerintah daerah bahwa juknis yang telah ditetapkan dapat dipatuhi. Disdik menyerahkan semua pelaksanaan PPDB kepada sekolah.

“Jika porsi 30% ditetapkan aturan dan diawasi secara konsisten, tentu PPDB dapat berlangsung dengan baik,” jelas dia.

Dituturkan Abyadi, berdasarkan pengawasan ombudsman selama 3 tahun terakhir, pelanggaran kuota dalam penerimaan siswa baru banyak merupakan yang paling banyak dilakukan sekolah, terutama di kota Medan. Di sekolah-sekolah favorit, imbuhnya, selalu saja terpantau adanya siswa siluman atau siswa yang masuk tanpa sistem PPDB yang benar.

“Siswa siluman ini, masuk lewat jendela atau tidak sesuai mekanisme. Ada titip petinggi dan lainnya. Di kelas pun mereka duduk di bangku cadangan,” tutur dia.

Pelanggaran lainnya, saat semua siswa lainnya sudah memulai proses belajar mengajar, siswa siluman baru masuk sekolah. Dan untuk menjadi siswa siluman ini, terang dia, orangtua harus membayar dana yang jumlahnya tak tanggung-tanggung besarnya.

“Pungutan yang ditetapkan jumlahnya sangat besar, mencapai Rp3 juta. Dan istilah biaya ini cukup banyak, diantaranya biaya insidential,” ucap Abyadi.

Selain itu, terangnya, banyak sekolah juga kedapatan melakukan penjualan buku dan baju seragam. Bahkan, ada seorang siswi yang sampai tidak bisa sekolah karena tidak bisa membayar uang buku dan baju seragam ini.

“Setiap tahun, kasus-kasus seperti ini terus berulang, tidak ada perbaikan. Jika tahun ini tidak ada juga jaminan dari penyelenggara (sekolah) untuk mematuhi juknis, tetap saja ada keraguan dari kami PPDB berjalan dengan baik,” terangnya.

Abyadi bilang, sebetulnya pada tahun 2014, Ombudsman sudah menyarankan kepada Pemko Medan untuk melakukan evaluasi ke Disdik. Karena bertahun-tahun, tidak ada terobosan-terobosan baru yang dilakukan untuk memperbaiki dunia pendidikan.

“Karena itu, diharapkan Pemko Medan segera mencari sosok yang punya kemampuan memajukan dan mengelola dunia pendidikan, serta memiliki terobosan baru. Sehingga sistem pendidikan di kota Medan menjadi lebih baik,” jelas dia.

Terkait PPDB, lanjutnya, Ombudsman Perwakilan Sumut juga membuka posko pengaduan PPDB tahun pelajaran 2016/2017. Dan masyarakat yang menemukan atau mendapatkan informasi adanya pelanggaran selama proses PPDB, dapat melaporkannya ke posko tersebut.

Abyadi bilang posko pengaduan itu dipusatkan di Kantor Perwakilan Ombudsman Sumut, Jalan Majapahit No 2 Medan dan dibuka mulai 13 Juni 2016.  Dijelaskannya, pembukaan posko ini merupakan bagian dari program Ombudsman secara nasional di Indonesia. Ini merupakan proses pengawasan Ombudsman terhadap sektor pendidikan setelah sebelumnya juga melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UN 2016.

“Proses pengawasan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya mal administrasi dalam PPDB ini,” kata Abyadi.

Ketua Dewan Pendidikan Provinsi Sumatera Utara (DPPSU), Prof Syaiful Sagala pun mengungkapkan hal serupa. Menurutnya, Pemko Medan harus konsisten dengan kuota yang ditetapkan dalam juknis. Dimana rombongan belajar (Rombel) untuk SD 32 orang per kelas, SMP 36 orang per kelas, SMA 38 per kelas, SMK jurusan ekonomi bisnis 38 orang per kelas dan SMK jurusan keahlian 30 orang per kelas. Untuk sistem penerimaan, lanjutnya, harus jelas kriterianya untuk setiap sekolah. Termasuk kriteria bina lingkungan.

“Model seleksi seperti apa yang ditetapkan, jangan siswa masuk dari bina lingkungan tetapi kualitas tidak bagus. Begitu juga dengan siswa miskin. Cara rekruitmen seperti apa. Apakah ada data-data siswa miskin yang layak masuk sekolah yang sudah disurvei sekolah. Survei juga foto rumah pekerjaan orangtua,” urainya.

Hal ini, kata dia, dilakukan agar memang betul-betul siswa miskin yang diterima. Testingnya pun harus objektif. Agar PPDB dapat terlaksana dengan baik, transparansi harus menjadi yang utama.

“Kalau berani Pemka Medan melakukan PPDB dengan sistem online, test komputer dan hasilnya langsung keluar. Kalau test masih pakai pensil, bisa berubah-ubah nilainya,” beber Syaiful.

Diterangkan Syaiful, untuk masuk sekolah siswa dan orangtua sebenarnya harus menyadari, jika tidak bisa masuk sekolah favorit, maish banyak sekolah lain yang bisa dipilih dengan mutu pembelajaran yang tak kalah. Jika memiliki dana untuk membayar pungutan, orangtua harusnya berpikir untuk menempatkan anaknya ke sekolah swasta.

“Masuk kelas siluman gak ada yang gratis, masukkan anak di sekolah swasta yang potensinya juga bagus. Karena untuk proses belajar mengajar, sekolah swasta tak kalah dari negeri. Banyak siswa pemenang olympiade yang berasal dari sekolah swasta,” tukasnya.

Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Medan (Unimed), Muhammad Rizal Hasibuan menuturkan, sistem penerimaan siswa baru saat ini sudah mulai longgar. Dimana setiap sekolah mempunyai hak untuk menentukan kelulusan siswa, sehingga membuka pintu untuk KKN (kolusi, korupsi dan nepotisme).

“Harusnya pemerintah daerah melalui Disdik, mempunyai patokan nilai dasar sekolah untuk penerimaan siswa baru ini. Jadi tidak hanya dalam modul, tapi dimonitoring langsung dengan melibatkan berbagai pihak,” terang dia.

Kata dia, selama ini keputusan yang diambil untuk penerimaan siswa baru tidak terakuntabilitas. Berdasarkan pengalaman tahun lalu, semua sekolah tidak jelas dalam menentukan tingkat kelulusan siswa.

“Bilapun ada patokan dasar sering dilanggar. Saya melihat belum ada upaya konkrit yang dilakukan disdik untuk mengatasi pelanggaran pada penerimaan siswa baru yang sering terjadi,” jelasnya.

Tahun ini, terang Rizal, pola penerimaan siswa baru cendrung akan sama. Dan dipastikan akan ada juga kecurangan-kecurangan lagi. (bm2)