MEDAN (suaramahardika):
Lemahnya budaya hukum dan politik di Indonesia mengakibatkan terjadinya dis orientasi di Indonesia. Banyak orang yang ingin maju sebagai kepala daerah atau menjabat jabatan tertentu bukan karena ingin mensejahterakan rakyatnya, namun untuk kepentingan diri sendiri dan golongan.
“Indonesia ini dis orientasi, kalau dulu orientasinya yang penting Indonesia merdeka, tidak berebut jabatan. Contohnya, pada waktu memilih Soekarno sebagai presiden dulu tidak ada diskusi yang panjang, semua setuju dengan baik. Kalau sekarang susah, karena dulu orientasinya yang pnting NKRI, sekarang untuk kebanyakan untuk kepentingan pribadi atau golongan terentu,” ungkap Ketua Mahkamah Konstitusi RI, Arif Hidayat kepada wartawan usai memberikan kuliah umum tentang ketatanegaraan RI kepada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) dibiro rektorat USU, baru-baru ini.
Tanda-tanda telah terjadi kecarutmarutan di Indonesia katanya, salah satunya saat pelaksanaan Pilkada yang banyak praktek money politik, menjelek-jelekkan orang, menyebarkan isu Sara dan lainnya.
“Apa yang harus ditiru seperti Donald Trump itu. Di Indonesia tidak seperti itu, tidak boleh, Harus santun, beretika dan berketuhanan. Tidak hanya dibidang politik, dibidang ekonomi juga begitu, berdagang harus jujur, orang mengambil keuntungan boleh tapi jangan sampai merugikan orang lain, seperti menjual vaksin palsu. Itu bukan berdagang di Indonesia, tapi di neraka sana,”katanya.
Menjalankan praktek hukum lanjutnya, juga mengalami kecarutmarutan yang sama. Menurutnya, saat ini pendidikan hukum di Indonesia lepas dari kontak memahami moralitas, etika. Pendidikan hukum hanya mengajari tekhniknya saja, namun landasan filosofinya tidak ada. Sehingga, banyak orang-orang hukum menegakkan hukum tidak benar.
“Nah, karena kita sudah bisa bicara dengan banyak orang, saya ingin sampaikan kepada generasi muda melalui mahasiswa, kalau nanti berpraktek hukum harus disinari ketuhanan yang maha esa. Selain berttanggung jawab kepada bangsa, kita bertanggung jawab kepada Tuhan,”ujarnya.
Oleh karenanya sambung Arif, saat ini yang harus dibangun adalah karaktek bangsa dimulai dari generasi muda. Sebenarnya, setelah Indonesia merdeka, misi pertama yang dilakukan presiden Soekarno adalah membangun karakter bangsa.
“Namun, begitu jatuh dan diganti dengan Soeharto, berubah jadi pembangunan ekonomi, sehingga masyarakat jadi mementingkan kepentingan ekonomi. Padahal, pembangunan karakter bangsa belum selesai, sumber daya alam diolah semua, tapi tidak dipakai untuk manfaat sebesar-sebearnya bagi masyarakat, hanya untuk golongan-golongan tertentu saja. Nah, solusi untuk mengatasi korupsi pertama ya harus membagun karakter. Sekarang ini, presiden kita ada nawacita, itu artinya harus membangun mental kembali. Itu perlu didukung bersama,”pungkasnya.
Rektor USU, Prof Runtung Sitepu, mengatakan, memang saat ini sangat diperlukan pembangunan karakter bangsa. Di USU sendiri, untuk membangun karakter mahasiswanya pihaknya akan sesering mungkin mendatangkan pejabat-pejabat Negara atau tokoh-tokoh tertentu untuk memberikan kuliah umum kepada mahasiswa sesuai bidang keilmuannya dan pengalamannya.
“Dengan pengalaman-pengalaman dan keilmuan yang disampaikan kepada mahasiswa, maka itu pasti akan memberikan pemahaman kepada mahasiswa. Itu akan sering kita lakukan seperti mendatangkan Ketua MK ini,”ujarnya.(bm-3)