Hanya 43 Ponpes Mengaji Kitab Kuning di Sumut

Illustrasi Santri Mengaji Kitab Kuning
Illustrasi Santri Mengaji Kitab Kuning
Illustrasi Santri Mengaji Kitab Kuning

MEDAN (suaramahardika):

Kementrian Agama (Kemenag) Sumatera Utara (Sumut) ulyang prihatin melihat minimnya pesantren memberikan pelajaran kitab kuning. Lantaran dari 217 pondok pesantren (ponpes) di Sumut yang mengaji kitab hanya 43 ponpes.

Kepala Bidang Penerangan Agama Islam (Kabid Penais), Zakat dan Wakaf Kementerian Agama Sumatera Utara (Kemenag Sumut), Jaharuddin mengungkapkan, dengan mempelajari kitab kuning, maka ilmu agamanya semakin baik dan benar. Sayangnya, walau kitab kuning kini hanya dipelajari di pondok pesantren, namun tidak semua ponpes mempelajari kitab kuning ini.

“Kitab kuning perlu dilestarikan, sebab ulama-ulama besar dulu dasar keilmuanya dari kitab kuning ini. Sehingga ke ilmuanya tidak diragukan lagi, tuturnya, Senin (3/10/2016).

Minimnya ponpes yang mengaji kitab kuning, jelas dia, memperlihatkan sekarang tradisi keilmuan kitab kuning ini mulai menghilang di tataran pesantren. Padahal kitab kuning ini sangat banyak manfaatnya, apa lagi tentang pemahaman Islam. Bahkan dikalangan generasi saat ini sudah banyak yang tidak pandai membacanya dengan baik dan benar apalagi memahaminya. “Melalui pemahaman kitab kuning, diharapkan degradasi mental dapat dihindari,” ucap dia.

Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumut, Ardiansyah mengungkapkan, demi memacu semangat masyarakat untuk mempelajari kitab kuning. Dalam rangkaian kegiatan Muharram 1438 H digelar perlombaan kitab kuning ini. Diharapkan, melalui kegiatan ini,  semangatnya tidak hanya sekadar serimoni, tetapi siar agama untuk mengangkat kembali tradisi kitab kuning ini dapat dilakukan. “Sehingga generasi kita semakan mengetahui dan memahami keilmuan dengan baik dan benar lewat kitab kuning,” jelasnya.

Kata Ardiansyah, dasar ilmu agama Islam itu, hakikatnya berada di kitab kuning. Kalau seorang ulama yang paham tentang kitab kuning pasti tidak sesat dan keilmuanya tidak diragukan lagi. Ini sudah terbukti pada ulama-ualama besar terdahulu termasuk Imam Malik, Hambali, Hanafi dan Syafii semuanya paham kitab kuning. “Tetapi kalau seorang ulama yang tidak mengerti dan memahami kitab kuning apa lagi hanya memahami kitab terjemahan, dipastikan ke ilmuanya diragukan,” pungkasnya.

Kata dia bagaimana seorang ulama memahami tasauf, tauhid, kalau dia tidak pandai membaca dan memahami kitab kuning, sebab dikitab kuning itu semua mencakup tauhid, fiqih dan berbagai ilmu.(bm-2)