
Keterbatasan fisik mestinya tidak dijadikan alasan untuk tidak produktif. Justeru harusnya menjadi kesempatan bagi kita untuk menonjolkan apa yang kita sukai lalu melakukannya, meskipun hasilnya tidak sesempurna yang dilakukan orang normal. Hal itulah yang dilakukan Ahmat Faury, pria difabel namun sangat produktif melakukan apapun yang ia sukai. Ia terus berkarya, salah satunya menulis. Hingga kini, ia sudah menulis lima karya buku. Karyanya yang baru adalah buku biografi tentang dirinya yang berjudul “Biografi Ahmat, Anak Simpai Keramat”.
“Buku Biografi Ahmat, Anak Simpai Keramat ini diterbitkan atas kerjasama CV Manhaji dengan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sumatera Utara. Selain buku ini, saya juga baru menulis buku tentang Disabilitas di Indonesia, pera, peluang dan tantangannya yang diterbitkan oleh Pustaka Daerah Sumut. Kedua buku ini karya saya tahun 2016 ini,”kata pria kelahiran tahun 1980 ini.
Dosen Ilmu Hukum Pidana di UINSU yang saat ini sedang menjalani proses S3 di UINSU menuturkan, ia memang sudah hobi menulis sejak ia masih duduk dibangku sekolah. Apapun ia tulis dan ia tempelkan didinding madding sekolah. Seperti, cerita pendek, puisi dan lainnya. Dan, hobi menulisnya berlanjut hingga kini. Tidak hanya menulis cerita pendek dan novel saja, iapun gemar menulis penilitian dan buku.
“Kenapa saya suka menulis, kita kan bercita-cita ingin merancang program untuk mengejar cita-cita kita itu. Tapi, kalau itu tidak kita catat, kita bisa lupa. Lalu, cita-cita itu hanya sebatas angan saja, karena kita sulit mengingatnya. Karena cita-cita saya ingin jadi pengajar, ya saya harus menuliskan apa yang ingin saya capai,”ucap alumnis Fakultas Syariah Jurusan Perbandingan Hukum dan Mazhab tahun 2006 yang silam.
Pria yang pernah menjalani pendidikan dipondok pesantren Darul Mukhlisin, Sei Rampah ini mengatakan, buku-buku yang ia tulis itu merupakan salah satu upaya dirinya untuk memotivasi banyak orang, khususnya para difabel yang merasa hidupnya tidak berarti. Dengan adanya buku yang ia tulis, mereka bisa membaca pengalaman dan semangatnya dalam mengejar cita-citanya.
“Saya ingin memantaskan diri. Saya inikan difabel, saya juga harus memotivasi para difabel. Supaya mereka juga semangat untuk mengejar apa yang diinginkannya. Saya ingin berbagi pengalaman. Bahwa hidup ini memang sulit, penuh rintangan, penuh cobaan. Yang tidak harus dipaksapun, tetap harus dijalani. Akan lebih berarti jika bergerak dari pada mengeluh. Hidup harus menjadikan diri kita untuk untuk lebih berarti. Paling tidak untuk diri sendiri,”ujar alumni S2 di Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada tahun 2010 ini.
Tidak hanya menulis buku, untuk memotivasi banyak orang khususnya para difabel, pria yang tidak memiliki dua tangan dan tidak memiliki dua kaki ini bersama teman-temannya juga mendirikan lembaga motivasi bernama Meja Inspirasi awal tahun 2016 ini. Selain berdakwah, Meja Inspirasi ini juga bergerak untuk memberi motivasi hidup. Bahkan, juga memberikan pembinaan bagi yang membutuhkan dukungan.
“Misalnya, ada yang ingin menulis. Kita dukung dan berikan pembinaan. Paling tidak bermodalkan laptop dan tenaga. Karena meja inspirasi inipun tidak berkantor. Kami hanya sering berdiskusi diwarung kopi Aceh Corner di MMTC,”ujar anak ke 7 dari 7 bersaudara anak dari Satrak (ayah) dan Ismaini (ibu) ini.
Berkat produktivitasnya yang menginspirasi banyak orang, terutama para difabel, Faury kerap diminta untuk menjadi motivator dalam berbagai acara baik didalam kota Medan hingga keluar kota. “ Sederhananya, kalau untuk anak difabel tidak hanya sekedar modal keberanian saja. Tpai, juga harus menampilkan potensinya. Baik ilmunya, sosialnya maupun budayanya. Setidaknya, setaraf dengan orang lain. Jika tidak mau dikasihani orang lain, maka difabel harus menunjukkan apa yang bisa dikembangkan potensi didalam dirinya,”pungkasnya. (bm-3)